Sejarah Tentang Coklat Silver Queen - SILVER QUEEN adalah Satu contoh kecerdikan Inovasi dalam Bisnis Pabrik CERES Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari bahan racikan Chuang atau cara Chuang membuat cokelatnya,kecuali memainkan tempratur pada alat-alat pemanas cokelat. Ia membuat cokelat seperti kebanyakan pabrik ketika itu; berbahan dasar kakao, gula, dan susu. Namun cokelat itu terkenal lezat, bahkan konon saking lezatnya, Presiden Soekarno hanya mau memakan cokelat buatan Chuang. Konon, yang menjadi senjata rahasia Chuang dalam membuat cokelat adalah indra perasanya yang peka sehingga ia dapat mengetahui apakah cokelat produknya sudah dibuat dengan tepat atau belum.
Sejarahnya
Chuang juga termasuk orang yang cerdik. Kecerdikannya terlihat saat ia menciptakan peluang inovasi bisnis cokelat batangan pertamanya pada tahun 1950-an, Silver Queen. Gagasan menjual cokelat dalam bentuk batangan sebetulnya merupakan hal mustahil ketika itu seab belum ada teknologi untuk membuatnya tidak meleleh ketika dipajang di toko karena iklim tropis Indonesia yang panas. Chuang tidak kekurangan akal, dia mencampur adonan cokelatnya dengan kacang mede yang membuat cokelat batangan seperti beton bertulang yang kuat dan pada akhirnya justru membuat Silver Queen unik. Tahun-tahun selanjutnya diisi Chuang dengan mengembangkan teknologi di pabriknya, ia berusaha mencari tahu cara-cara moderen membuat sebuah adonan cokelat yang sempurna.
Chuang memiliki cara yang unik dalam menciptakan varian-varian cokelat-cokelat baru. Dia tidak memanfaatkan liburan ke luar negeri hanya untuk berleha-leha, tetapi juga menyempatkan waktu berburu makanan-makanan berbahan cokelat di mana pun dia berada. Cokelat-cokelat itu diborong sebagai oleh-oleh, sebagian kemudian diserahkan pada bagian riset perusahaan untuk dibedah komposisinya. Dia melancong ke Amsterdam, Belanda, belajar ke pabrik cokelat Cj Van Houten yang sudah memproses kakao menjadi cokelat sejak 1828. Dia juga merayu manajemen Van Houten agar memberinya hak untuk menjual merek itu. Lobi ini sukses dan hasilnya bukan saja Ceres mendapatkan hak memasarkan Van Houten, melainkan juga ilmu dan teknologi mengenai pengolahan kakao menjadi cokelat lezat.
Ilmu-ilmu itulah yang kemudian dipakai untuk memperbaiki rasa Silver Queen, dan membuatnya semakin populer dari hari kehari. Selain Silver Queen Chuang juga mengembangkan peluang bisnis berbagai merek lain seperti Ritz, Delfi, Chunky, wafer Briko, Top, dan biskuit Selamat. Tidak banyak yang diketahui tentang Chuang karena sifatnya yang tertutup, namun Chuang dikenal sangat akrab dengan para karawannya. Di tak segan-segan turun langsung ke pabrik dan berbincang di sana. Sikapnya ini lah yang membuat ia sangat dicintai oleh anak buahnya.
Sepeninggal Chuang, perusahaan dilanjutkan oleh ketiga anaknya John, Joseph, dan William Chuang. Ketiganya dikenal memiliki talenta yang sama dengan ayahnya dalam urusan cokelat. Joseph, sebelum dipanggil pulang keIndonesia, merupakan seorang pebisnis cokelat di Filipina. Ia mengembangkan jalur distribusi Ceres sampai ke pelosok tanah air, melengkapi armadanya dengan 500 truk berpendingin yang tersebar dari Banda Aceh sampai Jayapura. Ia juga mengakuisisi merek Hudson dan membeli merek Delfi dari Swiss pada tahun 2001.
John yang sebelumnya memiliki karir sebagai Vice Chairman Bank of California dan Presiden Wardley Development Inc., California membantu Ceres menguasai peluang bisnis hulu kakao di level dunia–sekarang 70% pendapatan mereka berasal dari pengelolaan kakao. Cokelat memang sepertinya mengalir dalam darah mereka, ketika diwawancarai sebagai salah satu keluarga terkaya di Singapura, John berkata “Ketika bangun pagi, dalam benak saya hanya ada kakao; siang dan malam hari, cuma memikirkan kakao dan cokelat.” Distribusi, konsistensi membangun merek, dan upaya untuk fokus pada bisnis cokelat memang menjadi pilar sukses keluarga Chuang. Akan tetapi, nilai kekeluargaan yang dibangun dalam keluarga ini tak pelak juga menjadi pilar suksesnya.
Di keluarga Chuang, pemutusan hubungan kerja diharamkan terjadi. Salah satu filosofi M.C. Chuang adalah jangan pernah mengeluarkan karyawan kecuali karena dua hal :mati dan mencuri. Jangan heran bila menjumpai karyawan yang puluhan tahun, sampai 40 tahun, bekerja di perusahaan ini. Atau yang seperti Udja, dipekerjakan kembali setelah pensiun. Kerja keras, loyalitas, kejujuran dan kekeluargaan menjadi values.
Dan nilai-nilai ini ditanamkan sejak M.C. Chuang merintis usaha dan memindahkan operasional Ceres dari Garut ke Bandung di 1950-an.
Tentang cokelat, mestinya produk dari negara Eropa jagonya. Sebab, masyarakatnya memang memiliki tradisi membuat cokelat. Namun, tidak demikian di Indonesia. Silver Queen (SQ), namanya berbau asing, tapi asli Bandung, Jawa Barat, justru paling menonjol di antara merek-merek cokelat batangan ternama lain yang beredar pasaran. Menurut data AC Nielsen, SQ berhasil mengalahkan produk-produk asing, seperti Dove, M&M, Lotte, Kit-Kat, Toblerone ataupun Cadbury. Wow! Padahal, di negara-negara seperti Australia, Malaysia, India dan Selandia Baru, Cadbury, raksasa asal Inggris, selalu jadi jawara. Disusul M&M dari Australia yang menonjol di Singapura, serta Dove yang memimpin pasar Cina. SQ? Jangankan dipilih, barangkali dikenal pun tidak. Namun, terbukti SQ menjadi raja di kandangnya sendiri. Menghadapi persaingan yang ketat itu, SQ mencoba konsisten memberi keunggulan kualitas produk dan tetap mempertahankan citarasa yang sudah diterima pecinta cokelat di Indonesia. Kekuatan lain SQ adalah program komunikasinya. Produk ini kelihatan terus dijaga persepsi dan citranya di hadapan konsumen dengan program-program edukasi yang konsisten. Lebih dari itu, edukasi yang dilakukan tetap sesuai dengan positioning-nya sebagai cokelat yang bertema 'santai', serta dalam koridor target pasarnya, remaja. "Santai belum lengkap tanpa Silver Queen."
Tapi ada yang bikin ane ilfeel gan kalo makan Coklat Silver Queen soalnya ane Pernah Makan Coklat Silver Queen ada Ulatnya -_- mau tau cerita lanjutnya Tentang di Balik Nikmatnya Coklat Silver Queen ada Ulatnya !
Sekian Sejarah Tentang Coklat Silver Queen
Cerita Dewasa Terbaru : Nikmatnya NgeSeks Dengan Bu Venny Sejarahnya
Chuang juga termasuk orang yang cerdik. Kecerdikannya terlihat saat ia menciptakan peluang inovasi bisnis cokelat batangan pertamanya pada tahun 1950-an, Silver Queen. Gagasan menjual cokelat dalam bentuk batangan sebetulnya merupakan hal mustahil ketika itu seab belum ada teknologi untuk membuatnya tidak meleleh ketika dipajang di toko karena iklim tropis Indonesia yang panas. Chuang tidak kekurangan akal, dia mencampur adonan cokelatnya dengan kacang mede yang membuat cokelat batangan seperti beton bertulang yang kuat dan pada akhirnya justru membuat Silver Queen unik. Tahun-tahun selanjutnya diisi Chuang dengan mengembangkan teknologi di pabriknya, ia berusaha mencari tahu cara-cara moderen membuat sebuah adonan cokelat yang sempurna.
Chuang memiliki cara yang unik dalam menciptakan varian-varian cokelat-cokelat baru. Dia tidak memanfaatkan liburan ke luar negeri hanya untuk berleha-leha, tetapi juga menyempatkan waktu berburu makanan-makanan berbahan cokelat di mana pun dia berada. Cokelat-cokelat itu diborong sebagai oleh-oleh, sebagian kemudian diserahkan pada bagian riset perusahaan untuk dibedah komposisinya. Dia melancong ke Amsterdam, Belanda, belajar ke pabrik cokelat Cj Van Houten yang sudah memproses kakao menjadi cokelat sejak 1828. Dia juga merayu manajemen Van Houten agar memberinya hak untuk menjual merek itu. Lobi ini sukses dan hasilnya bukan saja Ceres mendapatkan hak memasarkan Van Houten, melainkan juga ilmu dan teknologi mengenai pengolahan kakao menjadi cokelat lezat.
Ilmu-ilmu itulah yang kemudian dipakai untuk memperbaiki rasa Silver Queen, dan membuatnya semakin populer dari hari kehari. Selain Silver Queen Chuang juga mengembangkan peluang bisnis berbagai merek lain seperti Ritz, Delfi, Chunky, wafer Briko, Top, dan biskuit Selamat. Tidak banyak yang diketahui tentang Chuang karena sifatnya yang tertutup, namun Chuang dikenal sangat akrab dengan para karawannya. Di tak segan-segan turun langsung ke pabrik dan berbincang di sana. Sikapnya ini lah yang membuat ia sangat dicintai oleh anak buahnya.
Sepeninggal Chuang, perusahaan dilanjutkan oleh ketiga anaknya John, Joseph, dan William Chuang. Ketiganya dikenal memiliki talenta yang sama dengan ayahnya dalam urusan cokelat. Joseph, sebelum dipanggil pulang keIndonesia, merupakan seorang pebisnis cokelat di Filipina. Ia mengembangkan jalur distribusi Ceres sampai ke pelosok tanah air, melengkapi armadanya dengan 500 truk berpendingin yang tersebar dari Banda Aceh sampai Jayapura. Ia juga mengakuisisi merek Hudson dan membeli merek Delfi dari Swiss pada tahun 2001.
John yang sebelumnya memiliki karir sebagai Vice Chairman Bank of California dan Presiden Wardley Development Inc., California membantu Ceres menguasai peluang bisnis hulu kakao di level dunia–sekarang 70% pendapatan mereka berasal dari pengelolaan kakao. Cokelat memang sepertinya mengalir dalam darah mereka, ketika diwawancarai sebagai salah satu keluarga terkaya di Singapura, John berkata “Ketika bangun pagi, dalam benak saya hanya ada kakao; siang dan malam hari, cuma memikirkan kakao dan cokelat.” Distribusi, konsistensi membangun merek, dan upaya untuk fokus pada bisnis cokelat memang menjadi pilar sukses keluarga Chuang. Akan tetapi, nilai kekeluargaan yang dibangun dalam keluarga ini tak pelak juga menjadi pilar suksesnya.
Di keluarga Chuang, pemutusan hubungan kerja diharamkan terjadi. Salah satu filosofi M.C. Chuang adalah jangan pernah mengeluarkan karyawan kecuali karena dua hal :mati dan mencuri. Jangan heran bila menjumpai karyawan yang puluhan tahun, sampai 40 tahun, bekerja di perusahaan ini. Atau yang seperti Udja, dipekerjakan kembali setelah pensiun. Kerja keras, loyalitas, kejujuran dan kekeluargaan menjadi values.
Dan nilai-nilai ini ditanamkan sejak M.C. Chuang merintis usaha dan memindahkan operasional Ceres dari Garut ke Bandung di 1950-an.
Tentang cokelat, mestinya produk dari negara Eropa jagonya. Sebab, masyarakatnya memang memiliki tradisi membuat cokelat. Namun, tidak demikian di Indonesia. Silver Queen (SQ), namanya berbau asing, tapi asli Bandung, Jawa Barat, justru paling menonjol di antara merek-merek cokelat batangan ternama lain yang beredar pasaran. Menurut data AC Nielsen, SQ berhasil mengalahkan produk-produk asing, seperti Dove, M&M, Lotte, Kit-Kat, Toblerone ataupun Cadbury. Wow! Padahal, di negara-negara seperti Australia, Malaysia, India dan Selandia Baru, Cadbury, raksasa asal Inggris, selalu jadi jawara. Disusul M&M dari Australia yang menonjol di Singapura, serta Dove yang memimpin pasar Cina. SQ? Jangankan dipilih, barangkali dikenal pun tidak. Namun, terbukti SQ menjadi raja di kandangnya sendiri. Menghadapi persaingan yang ketat itu, SQ mencoba konsisten memberi keunggulan kualitas produk dan tetap mempertahankan citarasa yang sudah diterima pecinta cokelat di Indonesia. Kekuatan lain SQ adalah program komunikasinya. Produk ini kelihatan terus dijaga persepsi dan citranya di hadapan konsumen dengan program-program edukasi yang konsisten. Lebih dari itu, edukasi yang dilakukan tetap sesuai dengan positioning-nya sebagai cokelat yang bertema 'santai', serta dalam koridor target pasarnya, remaja. "Santai belum lengkap tanpa Silver Queen."
Tapi ada yang bikin ane ilfeel gan kalo makan Coklat Silver Queen soalnya ane Pernah Makan Coklat Silver Queen ada Ulatnya -_- mau tau cerita lanjutnya Tentang di Balik Nikmatnya Coklat Silver Queen ada Ulatnya !
Sekian Sejarah Tentang Coklat Silver Queen
Baca Juga :
Andrekocak Blog Reviewed by User on 23 November 2013 Rating:
0 komentar:
Posting Komentar